CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Friday, June 8, 2007

Astronomi Amatir

PERALATAN YANG DIPERLUKAN DALAM OBSERVASI
Setelah lebih mengenal dan lebih sering menyempatkan diri untuk melihat langit malam, biasanya dalam diri kita akan timbul keinginan untuk bisa melihat lebih banyak dari pada yang selama ini biasa kita lihat. Nah, sekaranglah saatnya untuk memeriksa apakah tabungan sudah cukup untuk membeli teleskop.

Sebelum memutuskan untuk membeli teleskop ada baiknya lebih dulu kita membeli binokuler, kalau belum punya. Sebenarnya binokuler adalah sepasang teleskop kecil, dengan binokuler kamu bisa lihat bintang lebih banyak daripada dengan mata telanjang dan binokuler sangat mudah dibawa. Binokuler bisa dengan mudah dibawa kemana saja kita pergi dan siap untuk dipakai setiap saat.

Jangan meremehkan binokuler, karena banyak sekali Astronom Amatir yang berpengalaman yang memakai binokuler. George Alcock, seorang astronom amatir dari Inggris hanya mempergunakan binokuler dalam mengamati langit malam. Dengan berbekal binokuler dia menemukan 4 nova (Nova adalah bintang yang meledak) dan beberapa komet. Suatu rekor yang bukan main.

Keuntungan binokuler, di samping mudah dibawa, adalah bahwa binokuler mempunyai sudut pandang yang lebar, dan dengan binokuler kita bisa memakai kedua mata kita. Sementara dengan tetelskop hanya satu mata yang dipergunakan. Melihat dengan dua mata memberi kesan 3 dimensi suatu pemandangan yang sangat mengesankan.

Kalau kamu sudah punya binokuler cobalah sesekali memakainya untuk melihat bintang (jangan dipakai untuk ngitip tetangga), lebih banyak bintang yang terlihat dibandingkan dengan mata telanjang.

Saya sudah punya binokuler dan sekarang saya ingin punya teleskop. Teleskop yang bagaimana yang sebaiknya saya beli?
Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh orang yang kebetulan melihat saya mengamati langit dengan teleskop. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih teleskop. Faktor-faktor tersebut adalah seperti yang di bawah ini.


JENIS TELESKOP

Kalau kamu kebetulan punya majalah astronomi, kamu bisa lihat begitu banyak teleskop yang ditawarkan. Dari sekian banyak teleskop, pada umumnya mereke masuk dalam tiga kategori utama, yaitu refraktor, reflektor dan catadioptrik.

1. Refraktor
Refraktor (atau teleskop pembias) adalah tipe teleskop yang mungkin paling banyak dikenal umum. Refraktor mempergunakan lensa sebagai obyektifnya. Lensa ini, yang letaknya di bagian ujung atas dari tabung teleskop, mengumpulkan dan membiaskan cahaya dan kemudian cahaya tadi berjalan menuju ke titik api (fokus) di bagian bawah dari tabung teleskop. Proses pengumpulan dan pembiasan cahaya itu bisa dilihat dalam animasi di kiri. Seperti kita lihat, cahaya (warna kuning) memasuki tabung dari sebelah kiri kemudian dibiaskan oleh lensa obyektif. Cahaya yang sudah dibiaskan tadi kemudian berjalan menuju fokus yang pada animasi ini terletak di seblah kanan gambar.

Refraktor umumnya lebih mahal daripada teleskop jenis lainnya. Sebagai contoh, harga refraktor apokromatik merek Meade berdiameter 4" jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga teleskop reflektor Meade yang berukuran 16".
Mengapa begitu? Sebabnya adalah karena membuat lensa yang bermutu tinggi dan apokromat jauh lebih sulit dari pada membuat cermin, dan harga bahan baku yang bermutu tinggi untuk membuat lensa sangat mahal.

Yang harus diingat kalau kamu ingin membeli teleskop refraktor adalah jangan beli "department store telescope". Teleskop apa pula ini? Yang masuk dalam kategori ini adalah teleskop yang umumnya sering kita lihat dijual di department store atau toko kamera. Cara mengenalinya mudah, salah satunya adalah dengan melihat kemasannya. Pada bungkus atau kemasan dari teleskop kacangan ini umunya tertulis bahwa teleskop mempunyai kemampuan pembesaran sampai 500 x. Biasanya tertulis "500 x magnification. Bisa dipastikan bahwa kamu akan kecewa dengan teleskop seperti ini. Lebih baik uang yang ada dipakai untuk membeli binokuler.

Indikator lainnya adalah harga. Jangan pernah membeli teleskop yang harganya di bawah $300. Teleskop kacangan ini umunya dijual dengan harga murah, kurang dari $200.

2. Reflektor
Teleskop Reflektor (pemantul) yang paling populer adalah Newtonian. Diberi nama Newtonian karena yang desain teleskop ini ditemukan oleh Isaac Newton.

Reflektor Newtonian tidak mempergunakan lensa sebagai obyektifnya tetapi mempergunakan cermin. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: Satu cermin cekung atau sering disebut cermin primer diletakkan di bagian bawah tabung teleskop (dalam animasi di sini di sebelah kanan), cermin primer ini memantulkan cahaya yang memasuki tabung (dalam animasi dari sebelah kiri) ke cermin kedua yang datar (cemin sekunder) yang letaknya di bagaian atas tabung. Cermin kedua ini kemudian mngarahkan cahaya tadi ke fokus yang arahnya di sebelah sisi tabung.
Teleskop jenis inilah yang sering dibuat oleh pembuat teleskop amatir.

3. Katadioptrik
Teleskop Katadioptrik adalah seperti perpaduan dari pemantul dan pembias, meskipun tidak persis demikian. Katadioptrik mempergunakan lensa korektor dan dua cermin. Lensa korektor terletak pada bagian depan tabung, dan cermin primer yang terletak pada bagian belakang tabung. Sedangkan cermin sekundernya diletakkan di tengah lensa korektor.
Cara kerjanya, cahaya memasuki tabung melewati lensa korektor menuju ke cermin primer (cermin cekung). Dari cermin primer cahaya dipantulkan ke cermin cembung sekunder yang terletak di tengah lensa korektor. Cermin cembung kemudian memantulkan cahaya tadi ke fokus yang letaknya dibagian belakang tabung.
Dua jenis katadioptrik yang populer adalh Schmidt-Cassegrain dan Maksutov-Cassegrain.


HAL-HAL LAIN YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN

Selain mengetahui teleskop macam apa yang akan dibeli, ada beberapa hal lain yang harus diketahui dan dipertimbangkan, yaitu:

1. Jenis Penyangga Teleskop

Ada dua jenis penyangga (mount) untuk teleskop. Yang pertama adalah penyangga tipe alt-azimut dan yang kedua adalah penyangga tipe ekuatorial. Keduanya masih mempunyai beberapa variasi lainnya.

Teleskop dengan penyangga tipe alt-azimut bergerak secara vertikal dan horizontal (atas-bawah, kiri-kanan). Penyangga jenis ini tidak mengikuti gerakan bintang di langit, karena itu teleskop harus setiap saat digerakkan dengan cara mendorong tabung teleskop.

Tipe yang kedua adalah tipe ekuatorial. Penyangga tipe ini secara otomatis dapat mengikuti gerakan bintang di langit. Penyangga ini dilengkapi dengan motor penggerak yang menggerakkan teleskop ke arah yang berlawanan dengan arah perputaran (rotasi) bumi. Dengan demikian, teleskop selalu mengikuti gerakan bintang.

Kalau kamu punya rencana untuk menekuni Astrofotografi, ada baiknya kamu membeli teleskop dengan penyangga tipe ekuatorial.
Atau, kalau kamu ingin menekuni Astrofotografi dan juga temasuk orang yang suka mempelajari hal-hal baru, saran saya adalah untuk membeli teleskop dengan penyangga alt-azimut dan memasng sendiri motor penggeraknya. Saya pikir alternatif yang kedua ini jauh lebih murah dan uang yang ada bisa dipakai untuk membeli okuler (eyepieces) yang bermutu.

2. Apperture

Saya mengalami kesulitan mencari terjemahan dari "apperture", karena itu saya akan tetap memakai istilah ini. Apperture adalah diameter dari obyektif teleskop, baik obyektif tu berupa lensa maupun cermin. Jadi kalau kamu lihat teleskop dengan spesifikasi 4" atau 10 cm, berarti teleskop tersebut mempunyai obyektif dengan diamter 4" atau 10 cm.

Diameter dari obyektif teleskop ini berkaitan langsung dengan kemampuan teleskop untuk mengumpulkan cahaya. Coba bandingkan dua teleskop yang mempunyai kualitas optik yang sama tetapi mempunyai diameter obyektif yang berbeda. Misalnya yang pertam berdiamter 4" dan yang kedua berdiamter 6". Melalui teleskop yang obyektifnya berdiameter 6" kamu akan melihat lebih banyak bintang daripada kalau kamu melihat dengan teleskop yang obyektifnya berukuran 4". Hal ini disebabkan karena obyektif berukuran 6" mengumpulkan lebih banyak cahaya dari pada yang 4". Begitu juga obyektif yang berukuran 8" akan mengumpulkan lebih banyak cahaya daripada yang 6", dan seterusnya.

Yang perlu diingat adalah bahwa semakin besar diamter obyektifnya, semakin banyak cahaya yang dikumpulkan. Dan semakin banyak cahaya yang terkumpul, semakin banyak bintang yang bisa terlihat.

"Jadi sebaiknya saya membeli teleskop yang ukurannya sebesar mungkin dong?"
Jawabannya, belum tentu. Karena masih ada hal lain yang harus dipertimbangkan.


3. Portabilitas dan Stabilitas

Portabilitas dan stabilitas harus dipertimbangkan dengan seksama dalam memilih teleskop. Menurut saya, dua hal ini adalah hal yang paling penting sesudah kualitas optik.

Untuk memberi gambaran pentingnya portabiltas dan stabilitas, mari kita bayangkan hal ini.
Kamu merencanakan untuk membeli teleskop dan karena uang bukan masalah, kamu ingin beli teleskop yang paling canggih, teleskop yang dikendalikan komputer. Teleskop yang bisa mengarah ke mana saja hanya dengan memasukkan koordinat obyek.
Dan karena kamu sudah dengar tentang kemampuan mengumpulkan cahaya serta bagaimana bagusnya pemandangan langit malam dilihat melalui teleskop besar, kamu putuskan untuk membeli teleskop Schmidt-Cassegrain berukuran 12.5 inchi. Teleskop yang besar (dan berat tentunya) dengan tripod dan penyangga yang kokoh, yang akan memberikan pemandangan yang indah.

Teleskop akhirnya tiba. Dengan bersemangat kamu hapalkan semua petunjuk cara pemakaian dan setelah hapal langsung bersiap-siap untuk melakukan observasi.
Kamu sudah mempersiapkan tempat di halaman belakang rumah untuk observasi dan sekarang hanya tinggal masalah membawa teleskop ke belakang rumah yang mungkin jaraknya cuma 10 meter.

Karena untuk dibawa sekaligus teleskop tadi terlalu berat (beratnya mungkin sekitar 40 kg) kamu lepaskan teleskop tersebut menjadi tiga bagian, yaitu tabung teleskop, tripod dan wedge.
Pertama kamu bawa tripod ke halaman belakang dan dipasang. Setelah tripod terpasang, kamu kembali ke dalam rumah untuk mengambil wedge-nya. Kamu pasang wedge di tripod dan kembali lagi ke dalam untuk mengambil tabung teleskop. Setelah itu kamu pasang tabung teleskop pada tripod dan wedge. Tiga kali pulang pergi dari dalam rumah ke halaman, dan sebaliknya.
Setelah puas mengamati bintang, kamu bongkar lagi teleskop tadi dan melakukan upacara yang sama menggotong teleskop dan bagian-bagiannya ke dalam rumah. Tiga kali bolak-balik.

Untuk beberapa waktu, rutinitas seperti ini (menggotong-gotong teleskop) bukan masalah buat kamu. dan saya harap hal ini tidak pernah akan menjadi masalah.
Tetapi, kemungkinan besar setelah beberapa saat hal ini akan menjadi masalah. Jangan heran kalau suatu saat kamu merasa malas untuk observasi dan akhirnya semakin jarang meluangkan waktu untuk mengamati bintang.
Jangan pula heran kalau akhirnya kamu punya alasan seperti "Ah, saya terlalu capek malam ini, saya observasi besok malam saja ah." Jangan pernah beranggapan bahwa hal seperti ini tidak akan terjadi pada kamu. Hal ini pernah saya alami.

Dulu setiap kali akan melakukan observasi saya harus ke luar ke halaman belakang yang jaraknya sekitar 20 meter dari rumah. Teleskop saya tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Membawanya dalam keadaan utuh siap pakai, amat susah. Saya tidak sekekar Arnold Schwarzenegger, jadi setiap kali akan melakukan observasi teleskop itu saya lepas menjadi dua bagian yaitu tabung dengan wedge-nya dan tripod. Pertama saya bawa tripod ke halaman belakang, saya pasang di sana dan kemudian kembali lagi ke dalam rumah untuk mengambil tabung dan wedge-nya. Kemudian saya pasang.

Bongkar teleskop menjadi dua bagian, pulang pergi dari dan ke halaman dua kali, pasang teleskop, observasi dan sesudah observasi bongkar lagi menjadi dua bagian, pulang pergi lagi dua kali untuk membawa teleskop ke dalam rumah, di dalam rumah saya pasang lagi teleskopnya dan tutup dengan kantong plastik.
Seperti itu rutinitas yang saya lakukan setap kali melakukan observasi. Sampai suatu saat saya merasa malas, makin berkurang melakukan observasi dan akhirnya selama 6 bulan saya tidak menyentuh teleskop saya sama sekali. Dan teleskop saya tidak terlalu besar, hanya berukuran 8"!!
Saya tidak bermaksud untuk menakut-nakuti, saya hanya mengingatkan kemungkinan yang mungkin terjadi. Kalau itu tidak terjadi, saya ikut berbahagia.

Seperti yang telah saya katakan, portabilitas dan stabilitas amatlah penting. Dengan teleskop yang portabel (mudah dibawa-bawa) kita bisa setiap saat melakukan observasi. Dengan teleskop yang portabel, kita hanya butuh waktu sebentar untuk mempersiapkannya. Teleskop yang portabel juga mudah dibawa kemana kita pergi.

Namun demikian, kita memerlukan teleskop yang stabil dan kokoh supaya selama observasi kita tidak terganggu oleh guncangan atau vibrasi teleskop. Teleskop yang tidak stabil dan tidak kokoh hanya akan membawa frustrasi karena setiap kali teleskop digerakkan atau tersentuh sedikit saja, bintang yang terlihat melalui teleskop akan bergerak tidak karuan. Kita tidak akan melihat bintang sebagai titik-titik cahaya di langit, tetapi kita akan melihat titik-titik cahaya yang bergerak naik turun, ke kiri ke kanan. Akhirnya yang tinggal hanya rasxa jengkel dan frustrasi dan minat kita pada astronomi akan hilang.

Jadi, kalau kamu ingin membeli teleskop, belilah teleskop yang portabel dan punya penyangga yang kokoh. Kalau kamu punya teleskop yang portabel teleskop itu akan sering kamu pakai, karena untuk memasang dan membawanya tidak diperlukan usaha yang besar. Dan kalau penyangga teleskop mu kokoh, goncangan atau sentuhan tidak akan mengganggu. Kamu hanya akan melihat bintang-bintang sebagai titik-titik cahaya yang diam, bukan titik-titik cahaya yang berloncatan kian kemari.

Beli Teleskop?..Buat Ajah lagi!!??..


MEMBUAT TELESKOP SENDIRI?
Bertahun-tahun saya mengira bahwa teleskop hanya bisa dibuat di pabrik teleskop yang mempunyai peralatan lengkap. Saya selalu mengira bahwa barang seperti teleskop tidak akan bisa dibuat di rumah. Sampai saya membaca bukunya Terence Dickinson yang berjudul "Backyard Astronomer's Guide". Setelah membaca buku itu saya berubah pikiran: "Oh, ternyata teleskop bisa juga dibuat di rumah, asalkan kita punya peralatan yang lengkap untuk membuat teleskop." Begitulah yang saya kira, ternyata pikiran atau perkiraan saya ini juga salah, tapi baru tiga tahun kemudian, yaitu tahun 2006, saya tahu saya salah.

BAGAIMANA UNTUK MEMULAI
Tidak sedikit orang yang berpikir bahwa untuk bisa menikmati Astronomi sebagai hobi dia harus lebih dulu memiliki teleskop. Mereka beranggapan bahwa mereka harus lebih dulu memiliki teleskop dan sesudah itu barulah mereka bisa mulai mempelajari dan mengamati langit malam.
Menurut saya, pendapat seperti itu salah.

Mungkin bagi sementara orang cara seperti itu, yaitu membeli teleskop dan sesudah itu mulai mempelajari langit malam, bisa berhasil. Tetapi kemungkinan besar yang terjadi adalah kamu akan merasa bosan pada teleskopmu, karena mencari suatu obyek langit malam dengan teleskop bukanlah suatu hal yang mudah terutama jika kita tidak mengenal langit malam. Hal itu bisa diumpamakan dengan usaha untuk mencari tanda ini (*) dengan memakai mikroskop. Lama kelamaan kita akan semakin jarang mempergunakan teleskop kita, sampai akhirnya teleskop itu sama sekali tidak pernah kita sentuh.

Astronomi Amatir adalah hobi yang berbeda dengan hobi lainnya, misalnya dengan hobi mendengarkan musik. Selama dananya ada, kita tidak pelu belajar apapun untuk bisa nikmati musik. Cukup pergi ke toko elektronik untuk beli perangkat audio kemudian membeli kaset atau CD. Pasang dan dan kita langsung bisa menikmati musik apapun yang kita sukai. Sayangnya, Astronomi Amatir tidak dapat dilakukan dengan cara itu.

Dalam hobi ini, meskipun kita memiliki uang banyak dan mampu membeli teleskop jenis apapun yang kita mau, teleskop itu tidak akan berguna kalau kita tidak mengenal langit malam.

Saya tidak bermaksud untuk menakut-nakuti atau menghalangi niat teman-teman untuk memiliki teleskop, sama sekali tidak. Saya cuma memberitahu apa yang mungkin akan terjadi pada diri teman-teman. Kalau itu tidak terjadi, bagus sekali. Dan kalu kamu sudah memiliki teleskop tapi masih mengalami kesulitan untuk mengenali rasi bintang atau menemukan obyek langit, jangan menyerah! Cobalah sekali-sekali keluar tanpa membawa teleskop dan pelajari langit malam.

Jadi saya harus gimana dong?
Perlu diingat bahwa untuk menikmati keindahan langit malam tidak diperlukan perlengkapan yang canggih seperti teleskop yang dikendalikan komputer dan bisa mengarah ke obyek langit manapun secara otomatis. Sama sekali tidak! Untuk bisa menikmati keindahan langit malam kita cuma perlu perangkat optik yang paling canggih yang pernah ada, yaitu mata kita.

Kalau kamu kebetulan tinggal di kota besar dengan langit malam yang terang benderang akibat polusi cahaya, cobalah sekali-sekali pergi ke suatu tempat di luar kota luar kota yang jauh dari polusi cahaya. Cobalah untuk mendongak ke atas dan melihat langit malam (cukup mengherankan betapa sedikitnya orang yang pernah melihat ke langit malam). Kamu akan melihat langit yang dipenuhi oleh banyak sekali bintang. Jauh lebih banyak dari pada yang bisa kamu lihat dari rumahmu di kota. "Kupandang langit penuh bintang bertaburan...berkelap-kelip seumpama intan berlian..." Ingat lagu ini?

Nah, sambil melihat bintang-bintang di langit ada baiknya kita ingat bahwa titik-titik cahaya di langit itu jaraknya amat sangat jauh dari kita. Cahaya dari bintang-bintang itu memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan ribuan tahun, untuk mencapai bumi sampai bisa dilihat oleh mata kita. Padahal cahaya bergerak dengan kecepatan sekitar 350.000 km per detik. Jadi kita bisa bayangkan betapa jauhnya bintang-bintang itu dari kita. Setiap kali saya melihat ke langit malam dan bintang-bintang yang ada, saya selalu merasa sangat kecil dan sangat tidak berarti di tengah alam semesta yang amat luas ini dan selalu teringat pada kebesaran Tuhan.

Kita bisa melihat bagaimana bintang yang satu terlihat lebih terang dari yang lain, dan ada bintang-bintang yang seakan-akan berkumpul dan membentuk formasi tertentu. Kita juga bisa melihat perbedaan warna bintang, ada yang terlihat berwarna biru, ada yang merah, oranye dan ada pula yang berwarna kuning.

Nah, sekarang kita bisa mulai mempelajari langit malam, tentunya masih dengan mata telanjang.
Sewaktu melihat bintang-bintang di langit kita bisa melihat nahwa banyak bintang yang terlihat berkumpul dan membentuk formasi tertentu. Ada yang terlihat seperti mata kail dan di sebelahnya ada yang terlihat seperti poci teh. Ada juga yang terlihat seperti layang-layang. Bentuk-bentuk atau formasi itu diksebut Asterism, beberapa asterism diberi nama dan mereka disebut konstelasi atau rasi bintang.

Untuk bisa mempelajari dan mengenali langit malam dengan baik kita membutuhkan peta, seperti halnya kita butuh peta untuk mengetahui letak suatu tempat tertentu di kota. Tanpa peta kita akan mudah tersesat.
Banyak jenis peta langit yang bisa dipakai, tetapi menurut saya yang paling penting untuk dimiliki (dan selalu dibawa) adalah Planisphere, atau kalau di Indonesia disebut Peta Langit Malam.
Peta Langit Malam bisa diperoleh di Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki.

Dengan berbekal Planisphere mulailah mempelajari dan mengenali langit malam.
David Levy (salah satu penemu komet SL-9 yang menabrak planet Jupiter) dalam bukunya "The Sky A User's Guide" menulis bahwa para pemula akan lebih mudah mempelajari dan mengenali langit malam jika melakukannya di kota daripada jika mempelajari langit malam di suatu tempat di luar kota yang langitnya gelap.
"Wah, itu bertentangan dong dengan apa yang tertulis di atas tentang pergi ke luar kota untuk melihat langit malam?" Saya yakin sama sekali tidak, alasannya begini.

Untuk bisa benar-benar menikmati keindahan langit malam, seorang pemula (dan siapa saja) perlu langit yang gelap. Langit yang gelap maksudnya adalah langit malam yang bebas dari polusi cahaya. Karena itu, dia perlu pergi ke tempat yang gelap yang jauh dari polusi cahaya kota. Dari tempat yang gelap di luar kota kita bisa melihat banyak sekali bintang, jauh lebih banyak dari pada yang terlihat dari dalam kota. Dan langit malam yang dipenuhi bintang berwarna-warni adalah pemandangan yang sangat indah.
Sementara kalau kita melihat langit malam dari dalam kota, kita cuma bisa melihat SEDIKIT bintang dan pemandangan seperti itu adalah pemandangan yang biasa-biasa saja, sama sekali tidak menarik.
Karena itu, untuk bisa menghargai keindahan langit malam kita perlu langit yang gelap.

TETAPI, untuk mempelajari dan mengenali langit malam (seperti mengenali konstelasi bintang) apa yang ditulis oleh David Levy adalah benar. Kenapa bisa begitu?

Begini ceritanya:
Dengan Planisphere di tangan kamu ingin mempelajari langit malam dan pergi ke tempat yang langitnya gelap dengan rencana untuk menghapalkan letak dan bentuk konstelasi bintang. Sesampainya di sana, kamu hapalkan bentuk konstelasi yang tergambar di Planisphere. "Hmm, yang ini, yang berbentuk seperti layangan namanya adalah Orion." Setelah merasa cukup hapal dengan bentuk Orion, kamu lihat ke langit...
"Lho, mana dia? Kok bintang-bintang itu nggak ada di Planisphere ini? Kok banyak sekali bintang di atas sana?"

Kenapa bisa begitu? Planisphere hanya memetakan bintang sampai dengan Magnitudo 5. Magnitude adalah skala yang dipakai untuk menentukan tingkat terangnya suatu bintang. Semakin terang suatu bintang, semakin kecil angka magnitudonya. Jadi bintang dengan magnitude 1 terlihat lebih terang dibandingkan dengan bintang yang bermagnitude 2.
Nah, dari suatu tempat yang langitnya gelap, dengan mata telanjang kita bisa melihat bintang dengan tingkat kecerahan sampai dengan magnitude 6 sedangkan Planisphere yang kita pegang hanya memperlihatkan bintang sampai dengan magnitude 5. Karena itu, di tempat yang gelap akan lebih banyak bintang yang bisa kita lihat jika dibandingkan dengan yang tergambar dalam Planisphere. Karena bintang-bintang lainnya itu tidak ada dalam Planisphere, kemungkinan besar kita akan bingung menentukan konstelasi apa yang terlihat.

Saya pernah mengalami hal seperti ini. Pada tahun 1995 kebetulan saya dengan keluarga pergi ke Bali. Meskipun ingin, waktu itu saya tidak bisa membawa teleskop saya dan akhirnya saya hanya membawa binokuler saja.
Suatu malam, saya pergi dari cottage tempat kami menginap di Sanur dan berjalan kaki ke pantai dengan membawa binokuler. Tujuannya ingin melihat bintang.

Sesampainya di pantai saya duduk danmengeluarkan binokuler dari tempatnya, kemudian saya memandang ke langit. Yang saya lihat adalah langit yang dipenuhi oleh bintang, begitu banyak bintang!

Saya perlu waktu sekitar satu menit untuk bisa mengenali konstelasi Orion, padahal Orion termasuk salah satu konstelasi yang amat saya kenali. Begitu juga untuk mengenali konstelasi lain, saya butuh waktu beberapa lama sebelum bisa mengenalinya. Akhirnya saya simpan kembali binokuler saya di dalam tempatnya dan saya hanya berbaring di pantai sambil mengagumi indahnya langit yang dipenuhi bintang. Malam yang sulit untuk dilupakan.

Dari pengalaman itulah saya percaya bahwa apa yang ditulis oleh David Levy benar. Kalau kamu tinggal di kota, kenali langit malam dari rumah. Sempatkan diri untuk mempelajari langit malam dan menghapal letak konstelasi bintang. Tapi ingat, kamu tidak perlu terburu-buru menghapal. Lakukan kapan saja kamu bisa. Tidak menjadi masalah apakah kamu bisa mengenali langit malam dalam waktu satu minggu, satu bulan atau satu tahun. Yang penting adalah kita belajar sesuatu dan bisa menikmati Astronomi sebagai hobi.

BAGIAN TELESKOP


Teleskop Newtonian dengan penyangga tipe Dobsonian terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. Tabung Optik
-Upper Cage
-Mirror Box
2. Optik
-Cermin Primer
-Mirror Cell
-cermin sekunder atau cermin diagonal
-Diagonal Holder
3. Penyangga
-Rocker Box
-Ground Box

Beberapa masih menggunakan istilah/nama dalam bahasa Inggris karena saya kesulitan mencari terjemahan yang tepat untuk bagian-bagian itu. Kalau punya usul atau terjemahan yang tepat tolong kasih tahu saya.

Itulah bagian-bagian dari teleskop versi saya. Tentu saja kalau kamu mau punya versi sendiri, ya boleh saja. Yang penting mudah diingat.





Foto di atas adalah foto dari Teleskop Pipa (bahasa Inggrisnya Truss Tube Telescope, tolong dong terjemahan yang lebih bagus)yang dibuat oleh salah satu teman saya, Jean-Marc Becker. Diameter dari cermin primernya adalah 20.5 cm (8"). Diamater Dalam dari upper cage dan juga mirror boxnya adalah 22 cmm (8.6") Pada gambar di sebelah kiri bisa kita lihat teleskop dilepas menjadi beberapa bagian, yaitu Tabung Optik, rocker box, platform ekuatorial dan dudukan untuk platform ekuatorial. Selama transportasi, Tabung Optik dilepas lagi menjadi tiga bagian yang lebih kecil, yakni: upper cage, mirror box and pipa.

Gambar sebelah kanan memperlihatkan teleskop dalam keadaan siap pakai, sesudah seluruh bagian-bagiannya dipasang.

Seluruh bagian teleskop tadi (kecuali untuk cerminnya) bisa dibuat dari bahan apa saja. Kalau ada bahan atau material yang tidak bisa ditemukan di sini, pakai imajinasi untuk mencari bahan penggantinya, jangan takut untuk berimporvisasi. Itu antara lain yang diajarkan oleh guru-guru saya dari ATM List.

Saya pernah mengalami kesulitan mencari Teflon, yuntuk digunakan sebagai bantalan (bearing) teleskop. Saya tidak tahu Teflon itu apa dan juga tidak tahu bagaiman bentuknya. Saya cari yang namanya Teflon di banyak tempat, seperti toko material dan Ace Hardware. Saya lupa berapa banyak tempat yang saya datangi. Setiap kali saya bertanya tentang Teflon, mereka selalu memberi tahu saya untuk mencarinya di bagian Perlengkapan Dapur, karena merek selalu mengira saya mencari panci atau penggorengan berlapis Teflon.
Akhirnya, saya ceritakan masalah saya ini pada ATM List. Beberapa teman menawarkan untuk mengirim Teflon milik mereka. Salah satunya, Ron E. Dawes, mengirimkan paket berisi Teflon berikut foto teleskop yang dibuatnya. Akhirnya setelah menerima paket dari Ron, barulah saya tahu bentuk Teflon bagaimana.

Kemudian salah satu anggota list, Richard Schwartz, memberitahu saya untuk memakai telenan plastik (cutting board). Saya bingung, masa iya pakai telenan. Saya tanya pada Richard apakah yang dimaksud adalah telenan yang biasa dipakai untuk motong sayur atau daging di dapur. dan dia menjawab bahwa memang itulah yang dia maksud.
Belakangan saya mengikuti nasehatnya sewaktu mengganti salah satu bantalan di Foucault tester saya. Karena saya tidak mau memakai teflon yang ada, bantalan tersebut saya ganti dengan sepotong bagian dari telenan plastik. Dan ternyata memang bisa dipakai.
Tapi kalau kamu mau memakai telenan untuk bantalan teleskop, sebaiknya beli yang baru, atau kalau mau pakai ang bekas, bilang dulu sama isteri bahwa kamu mau pakai telenannya :-)
Ingat bahwa kalau ada komponen tertentu yang tidak bisa kamu peroleh, kamu selalu bisa menggunakan bahan lain, yang penting jangan lupa untuk improvisasi.

MATERIAL

1. Plywood

Untuk membuat teleskop, kamu bisa memakai bahan-bahan yang tersedia di toko material sekitar kita. Beli selembar plywood berukuran 15 mm atau 19 mm. Oh ya, orang menyebutnya triplek, jadi kalau ke toko material, bilang bahwa kamu mencari triplek. Kamu perlu plywood yang ringan tetapi kuat. Buku Modern Dobsonian karya Richard Berry dan Dave Kriege menjelaskan secara panjang lebar tentang bagaimana cara memilih plywood dalam satu bab tersendiri.

Upper cage dan mirror box untuk teleskop 10" saya (yang belum juga selesai) terbuat dari plywood 15 mm. Plywood yang saya pilih cukup ringan tetapi kurang kuat. Lembaran Plywood yang saya pakai untuk teleskop 5.6" saya memiliki ketebalan 19 mm, lebih kuat dan lebih berat, juga lebih sulit dipotong. Bahan selain Plywood juga bisa digunakan untuk membuat teleskop, misalnya Aluminum atau bahan metal lainnya yang ringan. Plywood lebih sering digunakan karena lebih mudah didapat, dan yang paling penting harganya murah.

2. Alat Pertukangan

Kamu juga harus memiliki alat-alat pertukangan seperti bor, serutan kayu, palu dan gergaji. Kalau kamu punya dana untuk membeli alat pertukangan yang memakai tenaga listrik, ada baiknya kamu beli. Tapi kalau kamu cuma bisa beli alat biasa, jangan khawatir, gergaji dan bor biasa sudah cukup. Untuk membuat upper cage dan mirror box, saya memakai gergaji tangan biasa. meskipun saya akui memotong kayu bukanlah pekerjaan yang mudah,bagi saya amat sulit. Sebabnya adalah karena sebelum ini saya sama sekali tidak pernah memgang alat pertukangan. Satu-satunya yang pernah saya pakai adalah palu, itu juga hanya kalau mau menggantung foto di tembok.

Kalau kamu tidak punya alat pertukangan yang memakai listrik, pakai alat biasa.
Tapi kalau kamu bisa beli alat-alat itu, lebih baik beli akrena alat-alat itu akan banyak membantu dan mempercepat pekerjaan. Selain itu, ada kemungkinan sesudah teleskop pertama mu selesai kamu akan punya keinginan untuk membuat teleskop lain yang lebih besar.
Untuk membantu kamu dalam memilih alat-alat pertukangan yang memakai listrik, coba lihat di Amateur Woodworker Page. Di situ kamu bisa baca petunjuk cara memilih alat yang tepat, penjelasan tentang kegunaannya dan bagaimana bentuk alatnya :-)
Seandainya saya tahu tentang Page ini sebelum saya membeli gergaji listrik :-(

3. Komponen Optik

Cermin adalah bagian terpenting dari teleskop. Cermin yang bagus akan membuat observasi bintang sesuatu yang menyenangkan. Cermin yang jelek hanya akan membawa frustrasi.
Cermin ini bisa dibeli dalam keadan jadi dan siap pakai, atau kamu bisa juga membeli kaca (blank) dan menggosoknya sendiri sampai menjadi cermin.
Di The ATM Page bisa kamu lihat daftar penyalur bahan-bahan kebutuhan pembuat telskop amatir. Bukan cuma itu, ATM Page juga berisi banyak sekali artikel-artikel yang ditulis oleh pembuat teleskop amatir yang berpengalaman. Oage ini adalah salah satu page favorit saya. Saya anjurkan kamu untuk mengunjungi page ini, banyak sekali informasi dan pengetahuan yang bisa kamu dapat dari sini.

Kalau kamu ingin membeli cermin jadi, pesan sesegera mungkin. Biasanya, tergantung pada besar kecilnya diameter cermin, dibutuhkan waktu 30 sampai 90 hari untuk membuat cermin. Sementara menunggu cermin pesananmu jadi, kamu bisa mulai membuat bagian-bagian lain dari teleskop.

Kalau kamu putuskan untuk membuat sendiri cerminnya kamu harus membeli bahan cermin atau blank.
Kalau kamu membeli bahan cermin, kamu punya dua pilihan. Yang pertama adalah membeli kacanya dan kemudian membeli bahan-bahan untuk menggosok cermin (abrasif)dan bahan untuk memoles cermin (polishing compound dan pitch/ter).
Pilihan yang kedua adalah membeli paket cermin (mirror kit). Menurut saya, pilihan yang lebih baik adalah yang kedua. Karena selain dalam paket cermin ini sudah termasuk juga abrasif, polishing compound dan pitch, dalam paket cermin kamu akan memperoleh dua bahan cermin. Jadi kamu bisa membuat dua cermin.
Sayua pribadi belum pernah membeli cermin. Cermin-cermin yang saat ini saya kerjakan adalah hadiah dari dua orang teman saya, Anthony Stillman dan Jean-Marc Becker. Jadi kalau kamu ingin tanya tentang cara membeli paket cermin, tanya pada ATM List.

Hal lain yang harus kamu lakukan kalau kamu ingin membuat cermin sendiri adalah bergabung dengan ATM List. Banyak yang bisa kamu pelajari dari Mailing List ini. Untuk bergabung, datangi The ATM Archives. Di sana kamu bisa ikuti oetunjuk cara bergabung dengan list. Administrator ATM List ini adalah Mel Bartel. Home page Mel juga termasuk dalam daftar yang harus kamu kunjungi, terutama kalau kamu ingin membuat teleskop yang dikendalikan komputer.

Setelah semua bahan-bahan yang diperlukan siap, kamu bisa mulai membuat teleskop.

Thursday, June 7, 2007

Astronomi, Fisika, Matematika


Apa yang menyenangkan dari Astronomi? Kebanyakan orang suka Astronomi karena senang lihat indahnya bintang di langit dan suka lihat-lihat foto-foto keluaran Hubble Space Telescope. Wajar-wajar saja memang, karena alam semesta kita itu memang indah. Tapi kadang banyak juga yang mengira Astronomi itu gampang karena mereka cuma lihat aspek estetika dari Astronomi saja.

Bagi yang pernah terlibat di seleksi Olimpiade Astronomi Indonesia tentunya sudah tau bagaimana sebenarnya ‘belajar Astronomi’ itu. Syarat untuk ikut olimpiade Astronomi adalah memiliki kemampuan matematika dan fisika yang memadai. Astronomi bukan sekedar meneropong bintang dengan teleskop. Seorang peneropong bintang mesti paham juga perhitungan-perhitungan dengan geometri bola agar obyek yang ingin dia lihat dengan teropong bisa didapat.


Kalau ditanya ke anak-anak sekolah, lebih milih mana belajar Astronomi, Fisika atau Matematika? Dua pilihan terakhir kayaknya nggak banyak dipilh sebagai nomor 1, karena fisika dan matematika identik dengan rumus-rumus yang bikin pusing.

Saya nulis ini bukan karena menyesal telah pilih Astronomi. Saya senang disini, saya senang mempelajari fenomena-fenomena fisika (walau agak kurang suka sama rumus-rumus matematika). Hanya karena teringat sama seorang junior, yang pengen masuk Astronomi tapi
J: “Kak, Astronomi itu banyak fisikanya ya?”
S: “Wah, iya, banyak banget. Fisika sama Matematika. Yang kita pelajari tuh kan kondisi fisis bintang, planet, fisika alam semesta, trus dijelasin dengan teori matematis. Kenapa emangnya?”
J: “Yaah, berarti aku salah pilih dong. Aku lemah di fisika nih kak, gimana niy?”
S: (sambil menatap si junior) “Gak papa. Nyantei aja. Nah, dari sekarang coba deh untuk menyukai fisika, biar ntar merasa enjoy …”

Hmmm …

(dikutip dari http://cosmicemission.wordpress.com)