CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Tuesday, May 22, 2007

Theory Of Everything

Theory of Everything (ToE), teori segala sesuatu, atau teori super simetri, adalah sebuah harta karun yang masih terpendam; semacam “cawan suci” dalam mitos yang selama ini terus dicari-cari oleh para fisikawan teori. ToE adalah sebuah teori yang menggabungkan 4 gaya dasar alam semesta. Dinamakan 4 gaya dasar/interaksi dasar karena keempat interaksi inilah yang bertanggung jawab atas seluruh gaya-gaya yang dapat diamati di alam semesta. Keempat interaksi tersebut adalah interaksi kuat, interaksi lemah, interaksi elektromagnetik, dan interaksi gravitasi. Kekuatan antara interaksi yang satu dengan interaksi yang lainnya dibedakan oleh nilai yang sangat besar. Interaksi kuat, yaitu interaksi yang menjelaskan gaya antar inti sehingga menghasilkan kemantapan inti atom mempunyai kekuatan sekitar 100 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi lemah merupakan penjelas untuk interaksi antar partikel bermuatan sehingga gaya yang dihasilkan dapat tarik-menarik atau tolak-menolak. Interaksi lemah mempunyai kekuatan sekitar 1010 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi elektromagnetik adalah interaksi yang menjelaskan peluruhan Beta, partikel-partikel dan inti. Terakhir, interaksi gravitasi yang memiliki kekuatan 1040 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi ini mengatur interaksi yang bekerja pada semua benda yang memiliki massa dengan gaya yang selalu tarik menarik.

Keempat gaya dasar itu sampai sekarang masih belum bisa dipadukan kedalam sebuah teori tunggal sehingga menghasilkan suatu Theory of Everything. Padahal ToE adalah teori yang ditunggu-tunggu karena teori ini akan bisa memberikan gambaran utuh tentang alam semesta kita; bagaimana ia berawal dan bagaimana ia kelak akan berakhir. Kita tahu bahwa alam semesta berasal dari suatu dentuman besar (big bang) yang terjadi miliaran tahun lalu. Dentuman besar itu juga melibatkan singularitas. Kita tidak dapat mengetahui apa yang terjadi pada selang waktu antara 0 detik hingga 10-43 detik setelah big bang. Selang waktu inilah yang menjadi tugas ToE. Saat ini kita hanya bisa mengetahui - sebagian melalui bangunan teori-teori - tentang apa yang terjadi sesudahnya.

Pada selang waktu antara 10-43 detik hingga 10-35 detik - mengacu pada model dentuman besar panas, sebuah model yang menjelaskan bahwa pada mulanya memiliki temperatur yang sangat tinggi yang kemudian mendingin dengan cepat - temperatur alam semesta turun dari 1032 derajat Kelvin menjadi 1028 derajat Kelvin, dan tingkat energi turun dari 1028 eV (elektron Volt) menjadi 1024 eV. Pada awal 10-35 detik setelah dentuman besar, energi alam semesta tidak lagi cukup untuk mempertahankan interaksi kuat sehingga interaksi kuat dibekukan (mengalami kehilangan energi). Interaksi lemah yang tersisa juga akan membeku pada satu detik setelah dentuman besar sehingga hanya menyisakan interaksi elektromagnetik dan gravitasi. Selanjutnya, mulai dari 180 detik hingga 100.000 tahun setelah dentuman besar, dan tingkat energi turun lagi hingga 13,6 eV, interaksi elektromagnetik dibekukan karena terbentuknya atom-atom netral. Mulai saat itu, interaksi gravitasilah yang berperan, dan alam semesta, galaksi, bintang, kemudian planet-planet, serta kehidupan mulai terbentuk. Kisah selanjutnya biar menjadi urusannya blog Refleksi :). Kalau disini, kita cukup bicara soal aspek fisikanya saja.

Sangat sukar untuk membuat sebuah teori tunggal secara lengkap. Maka, sebagai gantinya, para ilmuwan telah merumuskan sejumlah teori secara parsial (per-bagian) dari teori penyatuan. Namun, pada akhirnya kita masih tetap berharap untuk bisa menemukan suatu teori penyatuan yang komplit dan konsisten yang memasukkan seluruh teori parsial yang ada. Namun upaya ke arah ini sama sekali tidak mudah. Einstein menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dalam upaya yang sia-sia untuk menemukan teori penyatuan. Tapi, ketika itu sang waktu mungkin memang belum siap. Masih sangat sedikit yang kita ketahui tentang daya nuklir pada masa itu. Terlebih, Einstein menolak untuk mempercayai kenyataan mekanika kuantum, meskipun mekanika kuantum terbukti telah memainkan peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sampai sekarang terlihat bahwa ketidakpastian merupakan bagian yang penting dan mendasar dari alam semesta tempat kita hidup. Sebuah teori penyatuan yang berhasil harus berada dalam bagian-bagian dari prinsip tersebut.

Harapan-harapan untuk menemukan teori penyatuan kelihatan lebih realistis sekarang, karena kita telah mengetahui lebih banyak tentang alam semesta. Namun kita sebaiknya tidak sampai menjadi kelewat percaya diri dulu. Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, beberapa kali para ilmuwan merasa sudah dekat dengan ujung pencarian tentang hukum-hukum sains, namun penemuan selanjutnya justeru menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya mereka masih belum bergerak kemana-mana.

Tapi, sejumlah ilmuwan seperti Stephen Hawking dkk percaya bahwa akhir dari pencarian ini cuma soal waktu saja, dan mungkin saatnya tidak akan terlalu lama lagi. Kita telah memiliki sejumlah teori parsial. Kita sudah punya teori relativitas umum, teori parsial gravitasi, teori parsial interaksi kuat dan lemah, serta teori parsial elektromagnetik. Tiga interaksi yang terakhir dapat dikombinasikan menjadi Grand Unified Theory (GUT). Ini tidak cukup untuk membentuk ToE karena teori tersebut tidak mencakup interaksi gravitasi. Kesukaran untuk menemukan sebuah teori yang menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya lain adalah bahwa teori relativitas umum (yang menjelaskan tentang pengaruh medan gravitasi dalam semua proses fisika) merupakan teori klasik. Dalam hal ini, relativitas umum tidak mengambil bagian dalam prinsip ketidakpastian dari mekanika kuantum. Sebaliknya, teori-teori parsial lain bergantung pada cara yang esensial pada mekanika kuantum. Sebagai langkah awal, kita bisa mengkombinasikan teori relativitas umum dengan prinsip ketidakpastian, tetapi proses ini akan menghasilkan beberapa konsekuensi luar biasa yang mungkin bertentangan dengan pemahaman kita selama ini tentang fisika.

Saat ini, kandidat terkuat dari ToE adalah teori superstring (adidawai). Dalam teori ini, segalanya di alam semesta - semua partikel elementer dan interaksi dan bahkan ruang-waktu itu sendiri - dipandang sebagai sebuah dawai yang panjangnya kurang dari 10-33 cm, namun memiliki tegangan yang sangat besar. Dawai ini bergetar dan berputar dalam suatu semesta multi dimensi. Satu dimensi tambahan - selain dimensi panjang, lebar, kedalaman, dan waktu - secara matematis diperlukan untuk menghindari tachyons (partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya) dan ghosts (partikel yang dihasilkan dari probabilitas negatif). Dimensi-dimensi tambahan ini lantas termampatkan dan berpilin dalam bentuk lingkaran-lingkaran kecil yang tidak dapat diamati. Partikel elementer yang berbeda berhubungan dengan dawai yang berosilasi dengan tingkatan yang berbeda pula. [kalau bagian ini terasa absurd, maka bagi Anda, saya ucapkan “Welcome to the jungle” :D]. Teori ini memungkinkan penggabungan medan gravitasi dengan ketiga interaksi lainnya. Namun demikian, sampai sekarang, belum ada satupun teori yang betul-betul dapat diandalkan untuk menggabungkan keempat jenis interaksi itu, karena hingga kini belum ada teori yang secara meyakinkan mampu menjelaskan adanya gravitasi kuantum.

Tapi, dapatkah benar-benar ada sebuah teori penyatuan segala sesuatu? Adakah kita memburu sebuah fatamorgana? Ada tiga kemungkinan jawaban atas pertanyaan ini: Pertama, benar-benar ada sebuah teori penyatuan yang lengkap yang akan ditemukan pada suatu saat jika kita benar-benar cukup pandai. Kedua, Tidak terdapat teori yang final tentang alam semesta. Yang ada hanyalah sebuah deretan tak terhingga teori-teori yang mencoba menggambarkan alam semesta yang lebih akurat. Dan ketiga, tidak terdapat teori tentang alam semesta. Kejadian-kejadian tidak dapat diprediksikan dengan suatu teori melainkan berlangsung melalui suatu cara yang acak. Beberapa orang mengargumentasikan kemungkinan yang ketiga dengan dasar bahwa jika terdapat susunan hukum-hukum yang lengkap, hal tersebut akan melanggar kebebasan Tuhan untuk merubah pikiran-Nya dan untuk mengatur dunia. Sepintas ini mirip dengan paradoks lama: Dapatkah Tuhan menciptakan sebuah batu yang sangat besar sehingga Dia sendiri tidak mampu mengangkatnya?

Sejarah tentang bagaimana alam semesta terbentuk - yang apabila kita mengesampingkan peran Tuhan dan agama - merupakan kajian ilmiah yang belum juga sampai pada akhir tujuannya, yakni melalui serangkaian metode-metode ilmiah, pengembangan model dan teori serta penerapan teknologi canggih dalam melakukan observasi membuat kita tahu bagaimana “jalan pikiran Tuhan”, atau dengan kata lain, kita dapat menemukan teori yang berisi penjelasan tentang segala sesuatu di alam ini. Namun mengetahui “jalan pikiran Tuhan” sama artinya dengan memposisikan diri kita sebagai Tuhan, dan ini jelas bertentangan dengan dogma agama apapun.

Ada satu kisah menarik yang berkaitan dengan hal itu. Pada 1981, Hawking diundang oleh mendiang Paus Johanes Paulus II untuk menghadiri sebuah konferensi tentang kosmologi di Vatikan. Gereja Katolik telah membuat kesalahan fatal terhadap Galileo ketika ia memilih untuk mendukung teori heliosentris-nya Copernicus. Kini, setelah ilmu pengetahuan terbukti memihak Galileo, maka pihak Gereja akhirnya memutuskan bahwa akan lebih baik sekiranya mereka mengundang para ilmuwan untuk menjelaskan tentang kosmologi. Dalam kesempatan itu, Hawking menyajikan makalahnya tentang teori superstring. Tapi, mungkin karena khawatir akan di-Galileo-kan gara-gara teorinya itu, Hawking sengaja menyajikannya dalam bentuk matematis sehingga implikasinya pada peranan Tuhan dalam penciptaan alam semesta jadi tidak kelihatan - setidaknya di mata para rahib di Vatikan ;).

Pada akhir konferensi, para peserta diperkenankan mendengarkan pidato dari Sri Paus. Dalam kesempatan itu, Paus menekankan bahwa bukan masalah apabila seseorang tertarik dan telah mempelajari tentang evolusi alam semesta setelah big bang. Namun hendaknya kita tidak menanyakan sampai ke dalam dentuman besar itu sendiri karena itu adalah urusan Tuhan. Pantas saja kalau Hawking yang atheis itu merasa senang bahwa Paus sama sekali tidak mengetahui pokok permasalahan yang barusan ia ungkapkan. Bayangkan, apa reaksi Paus seandainya beliau tahu bahwa para ilmuwan itu bukan cuma sekedar mencampuri pekerjaan Tuhan, tapi malahan hendak mencoba mengetahui pikiran Tuhan!

0 comments: