CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Tuesday, May 22, 2007

Menuju Teori Penyatuan

saya menulis disini tentang Teori Segala Sesuatu—teori impian para fisikawan yang menggabungkan keempat interaksi dasar di alam semesta. Tulisan ini boleh dianggap sebagai lanjutannya, atau mungkin salah satu coretan sekenanya yang cuma membikin pembacanya tambah pusing, terserahlah.

Einstein adalah pencari jawaban yang pertama pada era modern. Ia habiskan tahun-tahun terakhirnya dalam upaya yang sia-sia untuk menemukan teori yang akan menggabungkan mekanika kuantum dengan teori gravitasinya, Relativitas Umum. Usaha untuk menemukan teori gabungan sempat terhenti selama beberapa waktu hingga era 1970-an, saat impian teori gabungan dibangkitkan kembali oleh sejumlah perkembangan baru: Pertama, para fisikawan memaparkan bahwa sebagaimana listrik dan magnetisme yang merupakan aspek dari sebuah daya, begitu pula elektromagnetisme dan daya nuklir lemah (yang mengatur kelemahan nuklir tertentu) merupakan manifestasi dari daya “electroweak” yang utama. Para peneliti juga mengembangkan teori untuk daya nuklir kuat, yang menggabungkan proton dan neutron bersama-sama dalam inti atom. Teori ini, yang disebut kuantum kromodinamika, menyatakan bahwa proton dan neutron terdiri atas partikel-partikel yang bahkan lebih elementer yang disebut quark. Keduanya, teori electroweak dan kuantum kromodinamika, merupakan model standar fisika partikel.

Terdorong kesuksesan ini, para ilmuwan berupaya mencari teori yang lebih mendalam diluar model standar. Panduan mereka adalah perangkat matematis yang disebut simetri, yang membolehkan unsur-unsur dari sebuah sistem mengalami transformasi—analog dengan rotasi atau refleksi pada cermin—tanpa perubahan fundamental. Simetri menjadi syarat mutlak fisika partikel. Dalam usaha mencari teori-teori yang memiliki simetri yang lebih dalam, para teoretikus mulai melakukan lompatan ke dimensi yang lebih tinggi. Sebagaimana halnya astronaut yang tidak terikat dengan permukaan bumi bisa melihat secara langsung simetri global permukaan bumi, begitu pula para teoretikus memahami simetri yang lebih halus yang mendasari interaksi partikel dengan melihat semuanya dari titik pijak dimensi yang lebih tinggi.

Salah satu masalah yang paling bertahan dalam fisika partikel muncul dari definisi partikel sebagai titik. Analog dengan jika suatu bilangan dibagi dengan nol memberikan hasil yang tak tebatas, dan karenanya tidak berarti, demikian juga kalkulasi-kalkulasi yang melibatkan partikel-partikel yang mirip-titik seringkali berakhir dengan ketidakbermaknaan. Dalam mengkonstruksi model standar, fisikawan pun mampu untuk memecahkan masalah tersebut. Tapi gravitasi Einstenian, dengan distorsi ruang dan waktunya, tampak menuntut pendekatan yang lebih radikal.

Pada awal tahun 1980-an, banyak fisikawan mulai percaya teori superstring merepresentasikan pendekatan itu. Teori ini menggantikan partikel-partikel yang mirip-titik dengan putaran energi kecil yang mengeliminasi sejumlah absurditas yang muncul dalam kalkulasi-kalkulasi. Mirip dengan getaran string (dawai) biola yang melahirkan beragam nada, getaran string ini pun bisa memunculkan semua daya dan partikel-partikel dari dunia fisikal. Superstring bisa juga menyingkirkan salah satu momok fisika partikel: kemungkinan bahwa tiada fondasi akhir bagi realitas fisikal kecuali hanya pergantian tak berkesudahan dari partikel-partikel yang makin kecil. Menurut teori superstring, terdapat skala mendasar dimana semua pertanyaan tentang ruang dan waktu diluar skala itu menjadi tidak berarti.

Namun teori ini menyimpan sejumlah masalah. Pertama, tampaknya ada banyak versi yang mungkin, dan kelihatannya para teoretikus tidak mempunyai cara untuk mengetahui mana yang benar. Lebih dari itu, superstring diperkirakan tidak hanya menempati empat dimensi dimana kita hidup (tiga dimensi ruang ditambah dimensi waktu), namun juga enam dimensi tambahan yang entah bagaimana “teringkas”, atau tergulung ke dalam ruang-ruang tak terhingga di alam semesta kita.

Pada 1995, fisikawan Edward Witten memperkenalkan teori-M (M-theory) yang juga disebut-sebut sebagai Revolusi Superstring Kedua. “M” disini, menurut Witten, bisa berarti magis (magic), misteri, atau membran, terserah mana yang sesuai selera :). Teori ini mengkombinasikan 5 teori string yang berbeda (bersama dengan usaha yang telah ditinggalkan untuk menggabungkan Relativitas Umum dan Mekanika Kuantum yang disebut supergravitasi sebelas-dimensi) dalam satu teori. Hal ini disempurnakan dengan merajut suatu jejaring hubungan antara setiap teori yang disebut sebagai dualitas (secara spesifik adalah dualitas-S, dualitas-T, dan dualitas-U). Setiap dualitas menyediakan cara untuk mengubah satu teori string ke teori lainnya.

Diantara semuanya, dualitas-T mungkin yang paling mudah untuk dijelaskan. Ini berkaitan dengan ukuran, dilambangkan dengan R, dari dimensi yang “teringkas” dari teori string. Telah diketahui bahwa apabila kita mengambil teori string Tipe IIA yang memiliki ukuran R, dan mengubah radiusnya ke 1/R, maka kita akan mendapatkan apa yang ekuivalen dengan ukuran R menurut teori Tipe IIB. Dualitas ini, bersama dengan yang lainnya, menciptakan hubungan antara kelima (atau enam, apabila supergravitasi juga ikut dihitung) teori string yang ada.

Sebenarnya, keberadaan dualitas-dualitas tersebut sudah lama diketahui sebelum Witten muncul dengan teori-M nya. Apa yang dilakukan Witten dengan menunjukkan fakta bahwa semua teori itu berhubungan sebenarnya didasari oleh beberapa teori yang kesemuanya telah dikenal. Sebagai tambahan, juga telah diketahui bahwa persamaan yang membutuhkan teori string untuk eksis pada 10 dimensi juga telah diprediksi sebelumnya. Teori-M yang diusulkan (dan karena sesuatu hal masih samar-samar) akan menjadi teori yang mengambil tempat pada dimensi ke-11, walaupun rinciannya masih belum pasti.

Baik teori string maupun teori-M menjadi sasaran skeptisisme. Beberapa ilmuwan (diantaranya yang patut dicatat adalah Peter Woit dan Lee Smolin) masih meragukan teori-M, sebagaimana juga teori string. Salah satu alasannya adalah teori string tidak memberikan gambaran yang “jernih” (dalam artian numerik) yang bisa dibuktikan oleh eksperimen. Pendapat lainnya menyatakan bahwa teori string tidak didefinsikan dengan baik karena sebagian besar terdiri dari persamaan-persamaan matematis dengan pendekatan penguraian (perturbasi). Akibatnya, setiap perhitungan sering berakhir dengan hasil tak terhingga. Sebaliknya, para pendukung teori string juga tidak mau kalah. Mereka berlindung dibalik argumen bahwa fisika partikel, dengan teori string sebagai salah satu cabangnya, telah diuji secara lebih akurat ketimbang teori Relativitas Umum.

Pertanyaannya sekarang, akankah entah teori string, superstring, atau teori-M, menjadi “jalan tol” menuju Theory of Everything, teori segala sesuatu, ataukah cuma menjadi gang buntu?

CATATAN: Ya benar, fisika partikel yang sebenarnya jauh lebih kompleks daripada yang terungkap di tulisan ini. Kita belum lagi bicara tentang sejumlah partikel eksotis yang terlibat dalam teori string maupun teori-M. Akan saya coba untuk melibatkan lepton, quark, neutrino, dkk dalam tulisan-tulisan selanjutnya, tapi nggak janji lah yaw! Lagi pula, ini kan cuma coretan sekenanya?

0 comments: